Rabu, 20 November 2013

Tembang Macapat

TEMBANG MACAPAT
Oleh : Moch. Fajar Sahrul P


I.     Pengertian
1.         Tembang adalah karangan yang disusun dengan aturan tertentu dan cara membacanya harus dibawakan dengan lagu / vokal (dilagokake).
2.         Tembang Macapat adalah jenis tembang yang menyusunnya terikat oleh aturan :
a.    Guru Gatra yaitu jumlah baris tiap bait.
b.    Guru Wilangan yaitu jumlah suku kata tiap baris.
c.    Guru Lagu yaitu jatuhnya vokal / suara di akhir baris.


II.  Nama – Nama Tembang Macapat
1.        Maskumambang                                      7. Durma
2.        Pucung / Pocung                                     8. Pangkur
3.        Megatruh                                                9. Asmaradana
4.        Gambuh                                                  10. Sinom
5.        Mijil                                                        11. Dandhang Gula
6.        Kinanthi

Nama – nama Tembang Macapat di atas dapat dibuat Titian Ingatan : Mas Pocung Megat Gambuh Mijil Kanthi Durpangkasmaran Si Dhandhang.



III.   Guru Gatra (GG) Guru Wilang (GW) dan Guru Lagu (GL) Tembang Macapat :
No
GG,GW, GL
Nama Tembang
I
II
III
IV
V
VI
VII
VIII
IX
X
Ket
1
Mas Kumambang
12i
6a
8i
8a






GG : ditunjukan dengan angka romawi

GW : ditunjukan dengan bilangan angka

GL : ditunjukan dengan abjad
2
Pocung
12u
6a
8i
12a






3
Megatruh
12u
8i
8u
8i
8o





4
Gambuh
7u
10u
12i
8u
8o





5
Mijil
10i
6o
10e
10i
6i
6u




6
Kinanthi
8u
8i
8a
8i
8a
8i




7
Durma
12a
7i
6a
7a
8i
5a
7i



8
Pangkur
8a
11i
8u
7a
12u
8a
8i



9
Asmaradana
8i
8a
8e/o
8a
7a
8u
8a



10
Sinom
8a
8i
8a
8i
7i
8u
7a
8i
12a

11
Dhandhanggula
10i
10a
8e
7u
9i
7a
6u
8a
12i
7a


IV.   Watak – Watak Tembang Macapat
Penggunaan Tembang Macapat hendaknya disesuaikan dengan watak-watak pada tembang Macapat karena setiap Tembang Macapat mempunyai watak sendiri-sendiri seperti di bawah ini :

1.         Maskumambang                       :    Nalangsa, ngeres – eresi, keranta-ranta, kelara-lara cocok untuk cerita keharuan, rasa sedih .
2.         Pocung                                      :    Greget agak kendor, sembrana parikena, humor, cocok untuk cerita yang santai-santai.
3.         Megatruh                                  :    Trenyuh, kasihan, putus asa/nglokro, cocok untuk menyampaikan cerita yang mengandung rasa sedih..
4.         Gambuh                                    :    Sumanak, sumadulur,, rumaket, kulina, keduga, wanuh wani,sok akrab cocok untuk memberi petuah petunjuk, ceramah mengandung rasa senang.
5.         Mijil                                          :    Prihatin, wedharing rasa, cocok untuk cerita kesedihan menyampaikan cerita yang melas asih, ataupun untuk cerita cinta asmara.
6.         Kinanthi                                    :    Rasa senang cinta, tresna, asih, asih-tresna, cocok untuk mengajarkan suatu ilmu yang bercinta asmara.
7.         Durma                                       :    Sereng, galak, muntab, marah, cocok untuk menceritakan rasa sereng, gregeten atau cerita perang.
8.         Pangkur                                    :    Sereng, marah, gregeten, cocok untuk menyampaikan petuah agak marah, permulaan akan perang.
9.         Asmaradana                              :    Sedih, sengsem, prihatin dalam asamara cocok untuk cerita menyedihkan dan mengandung asmara, jatuh cinta.
10.     Sinom                                       :    Canthas, trengginas, grapyak, sumanak, cocok untuk menyampaikan petuah dapat juga untuk gandrung maupun suasana perang.
11.     Dhandhanggula                        :    Ngresepake, terkesan, luwes, manis, kewes, cocok untuk menggambarkan situasi apapun.

V.      Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam membawakan tembang Macapat :
Agar dapat baik dalam memperagakan Tembang  Macapat, hendaknya tahu akan hal-hal sebagai berikut :
1.        Harus menguasai lagu, karena Sastra pada Tembang Macapat selalu berganti-ganti, dalam rangka membawakan tembnag satu pupuh ada beberapa pada.
2.        Harus mengerti watak lagu dari tembang itu.
3.        Harus mengerti guru wilangan dan guru lagu pada setiap tembang Macapat.
4.        Harus mengerti arti kata atau makna bahasa yang dibaca pada tembang itu.
5.        Harus mengerti letak pernapasan, jangan sampai memenggal suatu kata.
6.        Dalam angkatan membawakan tembang tergantung ambitesnya masing-masing, jangan terlalu rendah dan terlalu tinggi.
7.        Harus mengerti dan menguasai tentang “laya” atau tempo pada macapat, jangan terlalu cepat atau terlalu lambat, kira-kira sama dengan ukuran membaca prosa gancaran. Antara setiap seleh dan setiap angkatan jangan terlalu lama dan terlalu cepat.
8.        Harus dapat mengetrapkan lagu disesuaikan dengan arti/makna Sastra itu, misalnya : pitutur, susah, gandrung, perang, gembira, dlsb, sebab dalam satu tembang Macapat saja, ada beberapa lagunya.
9.        Harus mengetrapkan lagu disesuaikan dengan waktu misalnya : waktu sore, tengah malam, gagat bangun. Waktu sore suasana masih ramai, sebaiknya lagu gembira. Waktu tengah malam atau gagat bangun sebaiknya memperagakan lagu-lagu yang bersifat luruh dan sedikit mengurangi kerasnya.
10.    Macapat lagunya prasaja atau sederhana tidak ada wilet seperti Tembang Gedhe, Tembang Tengahan, uran-uran, sindhenan, Pringgitan dsb.

11.    Tiap suku kata dalam macapat hanya satu nada, paling banyak empat nada.
1    2    2    2              2     1235         2      1. 6
Sekar pangkur           ta  –  li             tres - na
12.    Harus mengerti dimana kata-kata yang harus diluluhkan, misalnya : aben-ajeng, ucapnya abenajeng dsb.
13.    Ucapan-ucapan dalam melagu jangan sampai “dhoso songol” dan sebagainya.
14.    Hal pernapasan dalam Macapat ialah tiap 8 suku kata itu ada pernapasannya ialah 1 pernapasan. Namun demikian, apabila ingin mempergunakan pernapasan boleh asalkan tidak memenggal kata. Sebagai pedoman mengatur pernapasan dalam Macapat seperti tersebut dibawah ini.
6 suku-kata, pernapasannya 2 suku kata dahulu.
7 suku-kata, pernapasannya 3 suku kata dahulu.
8 suku-kata, pernapasannya 4 suku kata dahulu.
9 suku-kata, pernapasannya 4 suku kata dahulu.
10 suku-kata, pernapasannya 4 suku kata dahulu.
11 suku-kata, pernapasannya 4 suku kata dahulu, 3-4.
12 suku-kata, pernapasannya 4 suku kata dahulu, 4-4.
Jadi misalnya :
6 suku-kata, pernapasannya : 4 dahulu, tidak boleh.
7 suku-kata, pernapasaanya : 4 dahulu, tidak boleh.
7 suku-kata, pernapasaanya : 5 dahulu, tidak boleh.
8 suku-kata, pernapasaanya : 2 dahulu, tidak boleh.
8 suku-kata, pernapasaanya : 3 dahulu, tidak boleh.
Contoh : Sekar Mijil, tepat untuk pernapasan.
Dedalane, guna lawan sekti,
kudu andhap asor,
wani ngalah, luhur wekasane,
tumungkula, yen dipun dukani,
bapang, den simpangi,
ana, Catur mungkur.

Contoh : Sekar Kinanthi : pernapasan memutus kata.
Anoman ma lumpat sampun,
prapteng witing, nagasari,
mulat mangandhap katingal,
wanodya yu, kuru aking,
gelung rusak awor kisma,
kang iga-iga kaeksi.

VI.   Beberapa istilah yang perlu diketahui dalam tembang Macapat.
1.   Cakepan                                      :  Kata – kata / lirik dalam tembang.
2.   Pedhotan                                     :  Tempat berhenti / istirahatnya pernapasan pada waktu membawakan tembang ditengah baris.
3.   Pedhotan Kendho                       :  Pedhotan yang terdapat pada akhir kata.
Bapak Pocung / dudu watu dudu gunug.
4.   Pedhotan Kenceng                      :  Pedhotan yang terdapat pada tenggah kata.
Anoman ma lumpat sampun.
5.   Andhegan (A)                              :  Tempat berhenti / istirahatnya pernapasan pada waktu membawakan tembang diakhir baris dan lebih lama dari pada pedhotan. Khusus tembang Macapat tidak harus selalu pada setiap akhir baris.
Contoh :
Bapak pocung, dudu watu dudu gunung (A)
Dawa, kaya ula,
Pencokanmu, wesi miring (A)
Yen lumaku, si pocung ngumbar suwara. (A)
6.    Gatra                                           :  Baris
7.    Wanda                                         :  Suku kata
8.    Pada                                            :  Bait
9.   Pupuh                                          :  Kumpulan tembang sewarna yang terdiri dari beberapa “Pada” /bait dan isinya antara bait satu dengan satunya berkaitan.
10.    Laya / Tempo                            :  Cepat lambatnya suara dalam membawakan tembang.
11.    Cengkok                                    :  Yaitu gaya lagu tiap orang dengan orang lain atau gaya daerah satu dengan yang lain mungkin ada perbedaan. Adanya perbedaan ini adalah perbedaan gaya lagu atau cengkok. Meskipun nama lagunya sama
Contohnya   :  Lagu Sinom daerah Semarang berbeda dengan lagu Sinom di Surakarta, dan sebagainya
12.    Laras                                        :  Yaitu urutan nada-nada yang rendah ke nada yang tinggi atau sebaliknya. Laras yang dimaksud yaitu laras Slendro dan laras Pelog.
13.    Pathet                                       :  Ialah susunan nada di dalam suatu laras, yang dapat menimbulkan suatu suasana.
14.    Luk                                            :  Yaitu perpanjangan lagu yang diolah rasa keindahannya.
15.    Gregel                                       :  Yaitu permainan suara dari seorang vokalis untuk memperindah lagu. Permainan suara ini tiap-tiap vokalis tidak sama. Jadi menurut cengkok dan gregelnya sendiri.
16.    Swarantara, Sruti, Interval       :  Ialah jarak antara nada yang satu dengan nada berikutnya.
2       3        5        6        1        2

17.    Gending / Lagu                         :  ialah suara yang indah dari gamelan.
18.    Sekar / Tembang / Vokal          :  ialah lagu yang berasal dari manusia.
19.    Tanda – tanda Laras                 :  Tanda laras gunanya untuk membedakan nada-nada laras gamelan.
       Tanda laras sistim dulu berbeda dengan sistim sekarang.
a.      Laras Slendro
Sistim Dulu
Sistim Sekarang
Barang
1 – ji
Gulu
2 – ro
Dhadha
3 – lu
Lima
5 – ma
Nem
6 – nem
b.      Laras Pelog
Sistim Dulu
Sistim Sekarang
Panunggul
1 – ji
Gulu
2 – ro
Dhadha
3 – lu
Pelog
4 – pat
Lima
5 – ma
Nem
6 – nem
Barang
7 – pi

1.    Titilaras (Noot)                            :  Alat untuk mencatat. suatu seni suara. Yang biasa kita kenal adalah “titilaras Kepatihan”, karena titilaras Kepatihan dipergunakan dalam mencatat tembang, gendhing, gerong dan lain-lain. Disebut Titilaras Kepatihan sebab titi laras ini diciptakan oleh Patih Wreksodiningrat I di Kepatihan Surakarta pada tahun 1910.
2.   Uran – uran                                :  ialah lagu vokal yang tanpa patokan. Jadi lagu maupun cakepannya tidak tertentu, menurut selera bagi yang melagukan.
                               Contoh         : - Uran-uran yang akan menidurkan puteranya.
-  Uran-uran orang yang membajak/bekerja di sawah.
20.    Bawa                                        :  Lagu vokal yang pada akhir lagunya dipergunakan sebagai buka gendhing. Bawa pengambilannya tidak hanya dari sekar ageng, tetapi juga dari sekar macapat dan lain-lain.
                                 Contoh            :  bawa Dhandhang gula padasih
                                                              “    sekar tengahan Kusworogo
                                                              “    sekar ageng Minta jiwo
21.    Gerong                                     :  ialah vokal yang dilakukan oleh beberapa orang bersama-sama di dalam karawitan.
                                 Contoh            :  gerong Ladrang Pangkur
                                                               “     Ladrang Sri Kuncoro
                                                               “     Ketawang Puspowarno, dan lain sebagainya
22.    Sindhenan                                 :  ialah lagu vokal yang dilakukan oleh seorang wanita di dalam karawitan.
23.    Suluk                                         :  ialah vokal yang dilakukan oleh dalang untuk mengiringi pathetan dalam karawitan.
24.    Sendhon                                    :  ialah vokal yang dilakukan oleh dalang untuk membuat suasana sedih dalam pewayangan.
25.    Ada-ada                                    : ialah vokal yang dilakukan oleh dalang untuk membuat suasana sereng (marah) dalam pewayangan.
26.    Panembrama                            :  Kata Panembrama dari asal kata sambrama yang artinya membuat acara dengan hormat.Jadi Panembrama artinya Lagu-laguan / Lelagon /  tetembangan yang dipakai untuk acara memberi penghormatan kepada para tamu. Biasanya diawali dengan Bawa dan dilanjutkan dengan gerong / menyanyi bersama. /koor.

VII.Perlunya Tembang Macapat di Lestarikan
Dalam suasana kemajuan teknologi serba canggih seperti sekarang ini, pada umumnya kita selalu terlibat dalam kegiatan duniawi saja. Jiwa pikiran kita sebagian besar tertuju hanya kepada ekonomi, informasi, politik, tindak kekerasan, kriminal, dsb. Kepentingan individualis sangat dominan seperti asal perut kenyang, yang penting mung golek mblendhuke weteng lan kelimise lambe dhewe. Hal-hal yang bersifat “modern, gaul” menjadi pilihan utama seperti konser music yang berakhir ricuh, film porno, narkoba, dsb.
Dalam keadaan yang demikian, banyak orang terutama generasi muda yang kurang menaruh perhatian kepada hal-hal yang mengarah kepada peningkatan kemampuan dibidang kesenian khususnya seni tradisi seperti wayang kulit, karawitan dan seni nembang  Macapat banyak ditinggalkan. Kalau toh ada yang menyukai salah satu atau beberapa macam cabang kesenian, mereka hanya sebagai konsumen saja, mereka hanya sebagai penonton dan pendengar setia saja. Hanya sedikit yang menyukai sebagai pelaku. Padahal, seperti seni nembang Macapat yang merupakan sebagian kekayaan budaya bangsa Indonesia ini memiliki nilai Pendidikan yang tinggi. Di samping untuk melatih kemampuan dalam olah vokal, sekaligus meresapkan rasa dan kepekaan dalam hal tangga nada Pentatonis  / Gamelan Jawa (Slendro dan Pelog), kita juga perlu menanamkan nilai-nilai Pendidikan karakter bangsa seperti sopan santun, budi pekerti luhur, cita-cita mulia, pengabdian kepada masyarakat, bangsa dan Negara, berserah diri kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, dsb.
Catatan :
Ø  Macapat mempunyai ciri khas tersendiri, lain dengan lagu tembang Gedhe atau tembang Tengahan, karena tembang Macapat lebih mementingkan sastranya dari pada lagunya “lagu winengku ing sastra” Jadi ­­­­­­­­­­­­­­dalam membawakan tembang harus jelas (wijang) dalam mengucapkan sastra/liriknya kepada pendengar sehingga pesan/isi/makna yang terkandung bisa dimengerti/dipahami dengan mudah..
Ø  Macapat sering diartikan.
-          Maca papat-papat / membaca empat-empat, ini pengertian”salah kaprah” salah dianggap benar karena tidak semua tembang Macapat setiap barisnya terdiri 8 suku kata dan tidak harus  dibaca empat-empat tergantung jumlah suku katanya, memang pada umumnya lebih banyak dibaca empat-empat.
-          Membacanya cepat-cepat karena dalam Macapat tidak banyak Luk, Gregel, Cengkok, yang diutamakan isi sastranya dapat  dipahami sehingga membacanya / membawakan lagunya cepat. Dalam seni baca Al-Qur’an ada Tadarus & Qiro’.
-          Adanya bersamaan datangnya bangsa mancapat / pat manca Negara yaitu bangsa dari empat penjuru / kiblat papat dunia.
Ø  Tembang Macapat juga disebut tembang alit / sekar alit karena dibanding dengan tembang gedhe dan tembang tengahan suku katanya lebih sedikit, minimal tiap barisnya 5  (lima) suku kata maksimal 12 (dua belas) suku kata.

Watak Tembang Macapat
Pocung berwatak “ gregeten kendho “, lucu agak menggelikan, sesuka hati. Cocok untuk menggambarkan hal-hal yang kurang bersungguh-sungguh, seenaknya.
Gambuh “sumanak, sumadulur”, kekeluargaan. Cocok untuk pengungkapan hal-hal yang bersifat keluargaan, nasihat, kependidikan yang mengandung kesungguhan hati.
Pangkur bersifat keras, bergairah (“kereng, nepsu”), cocok untuk memberikan nasihat yang keras, cinta berapi-api, cerita hal-hal yahng bersifat keras.
Durma berwatak keras, marah, bergairah. Cocok untuk mengungkapkan kemarahan, cerita perang, perasan jengkel.
Maskumambang “nlangsa”, sedih, memilukan. Cocok untuk melukiskan perasaan sedih, memilukan hati.
Megatruh bersifat sedih, prihatin, “getun”, menyesal. Cocok untuk cerita yang mengandung rasa penyesalan, prihati, sedih.
Mijil berwatak cinta, prihatin. Cocok untuk memberikan pendidikan/ pengajaran, rasa cinta kasih.
Kinanthi bersifat senang, cinta kasih. Cocok untuk memberikan pendidikan/ pengajaran, rasa cinta kasih.
Asmaradana berwatak sedih, cinta asmara. Cocok untuk menggambarkan hal-hal yang mengandung kesedihan cinta asmara.
Sinom bersifat lincah, “ethes”, “canthas”. Cocok untuk melukiskan suasana kelincahan, berpidato, nasihat.
Dhandhanggula berwatak luwes, menyenangkan. Sesuai untuk mengungkapkan segala hal/ keadaan.

3 komentar:

Mohon informasi .....
Apakah benar nembang macapat akan menjadi salah ... bukan nembang macapat lagi... jika ditembangkan dengan teknik falset?
Terima kasih...

Mohon informasi .....
Apakah benar nembang macapat akan menjadi salah ... bukan nembang macapat lagi... jika ditembangkan dengan teknik falset?
Terima kasih...

postingan yang sangat baik. di era moedernisasi musik yang amat gencar, sudah seyogyanya budaya JHawa tetap eksis. harus dilestarikan tak kenal jaman.
alangkah baiknya dari masing-masing tembang ada contoh tembangnya.
terima kasih.

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More