TEMBANG MACAPAT
Oleh
: Moch. Fajar Sahrul P
I.
Pengertian
1.
Tembang adalah karangan yang disusun
dengan aturan tertentu dan cara membacanya harus dibawakan dengan lagu / vokal
(dilagokake).
2.
Tembang Macapat adalah jenis tembang
yang menyusunnya terikat oleh aturan :
a. Guru Gatra
yaitu jumlah baris tiap bait.
b. Guru Wilangan
yaitu jumlah suku kata tiap baris.
c. Guru Lagu
yaitu jatuhnya vokal / suara di akhir baris.
II. Nama – Nama Tembang Macapat
1.
Maskumambang 7. Durma
2.
Pucung / Pocung 8. Pangkur
3.
Megatruh 9.
Asmaradana
4.
Gambuh 10.
Sinom
5.
Mijil 11.
Dandhang Gula
6.
Kinanthi
Nama – nama Tembang Macapat di atas
dapat dibuat Titian Ingatan : Mas Pocung
Megat Gambuh Mijil Kanthi Durpangkasmaran Si Dhandhang.
III. Guru Gatra (GG) Guru Wilang (GW)
dan Guru Lagu (GL) Tembang Macapat :
No
|
GG,GW, GL
Nama Tembang
|
I
|
II
|
III
|
IV
|
V
|
VI
|
VII
|
VIII
|
IX
|
X
|
Ket
|
1
|
Mas Kumambang
|
12i
|
6a
|
8i
|
8a
|
GG :
ditunjukan dengan angka romawi
GW :
ditunjukan dengan bilangan angka
GL :
ditunjukan dengan abjad
|
||||||
2
|
Pocung
|
12u
|
6a
|
8i
|
12a
|
|||||||
3
|
Megatruh
|
12u
|
8i
|
8u
|
8i
|
8o
|
||||||
4
|
Gambuh
|
7u
|
10u
|
12i
|
8u
|
8o
|
||||||
5
|
Mijil
|
10i
|
6o
|
10e
|
10i
|
6i
|
6u
|
|||||
6
|
Kinanthi
|
8u
|
8i
|
8a
|
8i
|
8a
|
8i
|
|||||
7
|
Durma
|
12a
|
7i
|
6a
|
7a
|
8i
|
5a
|
7i
|
||||
8
|
Pangkur
|
8a
|
11i
|
8u
|
7a
|
12u
|
8a
|
8i
|
||||
9
|
Asmaradana
|
8i
|
8a
|
8e/o
|
8a
|
7a
|
8u
|
8a
|
||||
10
|
Sinom
|
8a
|
8i
|
8a
|
8i
|
7i
|
8u
|
7a
|
8i
|
12a
|
||
11
|
Dhandhanggula
|
10i
|
10a
|
8e
|
7u
|
9i
|
7a
|
6u
|
8a
|
12i
|
7a
|
IV. Watak – Watak Tembang Macapat
Penggunaan
Tembang Macapat hendaknya disesuaikan dengan watak-watak pada tembang Macapat
karena setiap Tembang Macapat mempunyai watak sendiri-sendiri seperti di bawah
ini :
1.
Maskumambang : Nalangsa, ngeres – eresi, keranta-ranta, kelara-lara cocok untuk cerita keharuan, rasa sedih .
2.
Pocung : Greget
agak kendor, sembrana parikena, humor,
cocok untuk cerita yang santai-santai.
3.
Megatruh : Trenyuh,
kasihan, putus asa/nglokro, cocok
untuk menyampaikan cerita yang mengandung rasa sedih..
4.
Gambuh : Sumanak,
sumadulur,, rumaket, kulina, keduga, wanuh wani,sok akrab cocok untuk
memberi petuah petunjuk, ceramah mengandung rasa senang.
5.
Mijil : Prihatin,
wedharing rasa, cocok untuk cerita
kesedihan menyampaikan cerita yang melas
asih, ataupun untuk cerita cinta asmara.
6.
Kinanthi : Rasa senang cinta, tresna, asih, asih-tresna,
cocok untuk mengajarkan suatu ilmu yang bercinta asmara.
7.
Durma : Sereng, galak,
muntab, marah, cocok untuk menceritakan rasa
sereng, gregeten atau cerita
perang.
8.
Pangkur : Sereng,
marah, gregeten, cocok untuk
menyampaikan petuah agak marah, permulaan akan perang.
9.
Asmaradana : Sedih, sengsem, prihatin dalam asamara cocok untuk cerita menyedihkan dan
mengandung asmara, jatuh cinta.
10. Sinom : Canthas,
trengginas, grapyak, sumanak,
cocok untuk menyampaikan petuah dapat juga untuk gandrung maupun suasana
perang.
11. Dhandhanggula : Ngresepake, terkesan,
luwes, manis, kewes, cocok untuk
menggambarkan situasi apapun.
V. Hal-hal yang perlu diperhatikan
dalam membawakan tembang Macapat :
Agar dapat baik
dalam memperagakan Tembang Macapat,
hendaknya tahu akan hal-hal sebagai berikut :
1.
Harus menguasai lagu, karena Sastra pada
Tembang Macapat selalu berganti-ganti, dalam rangka membawakan tembnag satu
pupuh ada beberapa pada.
2.
Harus mengerti watak lagu dari tembang
itu.
3.
Harus mengerti guru wilangan dan guru lagu
pada setiap tembang Macapat.
4.
Harus mengerti arti kata atau makna
bahasa yang dibaca pada tembang itu.
5.
Harus mengerti letak pernapasan, jangan
sampai memenggal suatu kata.
6.
Dalam angkatan membawakan tembang
tergantung ambitesnya masing-masing, jangan terlalu rendah dan terlalu tinggi.
7.
Harus mengerti dan menguasai tentang “laya” atau tempo pada macapat, jangan
terlalu cepat atau terlalu lambat, kira-kira sama dengan ukuran membaca prosa
gancaran. Antara setiap seleh dan
setiap angkatan jangan terlalu lama
dan terlalu cepat.
8.
Harus dapat mengetrapkan lagu
disesuaikan dengan arti/makna Sastra itu, misalnya : pitutur, susah, gandrung, perang, gembira, dlsb, sebab dalam satu
tembang Macapat saja, ada beberapa lagunya.
9.
Harus mengetrapkan lagu disesuaikan
dengan waktu misalnya : waktu sore, tengah malam, gagat bangun. Waktu sore
suasana masih ramai, sebaiknya lagu gembira. Waktu tengah malam atau gagat
bangun sebaiknya memperagakan lagu-lagu yang bersifat luruh dan sedikit mengurangi kerasnya.
10.
Macapat lagunya prasaja atau sederhana
tidak ada wilet seperti Tembang
Gedhe, Tembang Tengahan, uran-uran, sindhenan, Pringgitan dsb.
11.
Tiap suku kata dalam macapat hanya satu
nada, paling banyak empat nada.


Sekar
pangkur ta – li tres - na
12.
Harus mengerti dimana kata-kata yang
harus diluluhkan, misalnya : aben-ajeng,
ucapnya abenajeng dsb.
13.
Ucapan-ucapan dalam melagu jangan sampai
“dhoso
songol” dan sebagainya.
14.
Hal pernapasan dalam Macapat ialah tiap
8 suku kata itu ada pernapasannya ialah 1 pernapasan. Namun demikian, apabila
ingin mempergunakan pernapasan boleh asalkan tidak memenggal kata. Sebagai pedoman
mengatur pernapasan dalam Macapat seperti tersebut dibawah ini.
6
suku-kata, pernapasannya 2 suku kata dahulu.
7
suku-kata, pernapasannya 3 suku kata dahulu.
8
suku-kata, pernapasannya 4 suku kata dahulu.
9
suku-kata, pernapasannya 4 suku kata dahulu.
10
suku-kata, pernapasannya 4 suku kata dahulu.
11
suku-kata, pernapasannya 4 suku kata dahulu, 3-4.
12
suku-kata, pernapasannya 4 suku kata dahulu, 4-4.
Jadi
misalnya :
6
suku-kata, pernapasannya : 4 dahulu, tidak boleh.
7
suku-kata, pernapasaanya : 4 dahulu, tidak boleh.
7
suku-kata, pernapasaanya : 5 dahulu, tidak boleh.
8
suku-kata, pernapasaanya : 2 dahulu, tidak boleh.
8
suku-kata, pernapasaanya : 3 dahulu, tidak boleh.
Contoh
: Sekar Mijil, tepat untuk pernapasan.
Dedalane,
guna lawan sekti,
kudu
andhap asor,
wani
ngalah, luhur wekasane,
tumungkula,
yen dipun dukani,
bapang,
den simpangi,
ana,
Catur mungkur.
Contoh
: Sekar Kinanthi : pernapasan memutus kata.
Anoman
ma lumpat sampun,
prapteng
witing, nagasari,
mulat
mangandhap katingal,
wanodya
yu, kuru aking,
gelung
rusak awor kisma,
kang
iga-iga kaeksi.
VI. Beberapa istilah yang perlu
diketahui dalam tembang Macapat.
1. Cakepan
: Kata – kata / lirik dalam tembang.
2. Pedhotan : Tempat berhenti / istirahatnya pernapasan pada
waktu membawakan tembang ditengah baris.
3. Pedhotan Kendho : Pedhotan yang terdapat pada akhir kata.
Bapak Pocung / dudu watu dudu gunug.
4. Pedhotan Kenceng : Pedhotan yang terdapat pada tenggah kata.
Anoman ma lumpat sampun.
5. Andhegan (A) : Tempat berhenti / istirahatnya pernapasan pada
waktu membawakan tembang diakhir baris dan lebih lama dari pada pedhotan.
Khusus tembang Macapat tidak harus selalu pada setiap akhir baris.
Contoh
:
Bapak
pocung, dudu watu dudu gunung (A)
Dawa,
kaya ula,
Pencokanmu,
wesi miring (A)
Yen
lumaku, si pocung ngumbar suwara. (A)
6. Gatra : Baris
7. Wanda : Suku kata
8. Pada : Bait
9. Pupuh : Kumpulan tembang sewarna yang terdiri dari
beberapa “Pada” /bait dan isinya
antara bait satu dengan satunya berkaitan.
10. Laya / Tempo : Cepat lambatnya suara dalam membawakan
tembang.
11. Cengkok : Yaitu gaya lagu tiap orang dengan orang lain
atau gaya daerah satu dengan yang lain mungkin ada perbedaan. Adanya perbedaan
ini adalah perbedaan gaya lagu atau cengkok. Meskipun nama lagunya sama
Contohnya : Lagu
Sinom daerah Semarang berbeda dengan lagu Sinom di Surakarta, dan sebagainya
12. Laras : Yaitu urutan nada-nada yang rendah ke nada
yang tinggi atau sebaliknya. Laras yang dimaksud yaitu laras Slendro dan laras Pelog.
13. Pathet : Ialah susunan nada di dalam suatu laras, yang
dapat menimbulkan suatu suasana.
14. Luk : Yaitu perpanjangan lagu yang diolah rasa
keindahannya.
15. Gregel : Yaitu permainan suara dari seorang vokalis
untuk memperindah lagu. Permainan suara ini tiap-tiap vokalis tidak sama. Jadi
menurut cengkok dan gregelnya sendiri.
16. Swarantara, Sruti,
Interval : Ialah jarak antara nada yang satu dengan nada berikutnya.

17. Gending
/ Lagu : ialah suara yang indah dari gamelan.
18. Sekar / Tembang
/ Vokal : ialah lagu yang berasal dari manusia.
19. Tanda
– tanda Laras : Tanda laras gunanya untuk membedakan nada-nada
laras gamelan.
Tanda laras sistim dulu berbeda dengan
sistim sekarang.
a.
Laras Slendro
|
|
Sistim Dulu
|
Sistim
Sekarang
|
Barang
|
1 – ji
|
Gulu
|
2 – ro
|
Dhadha
|
3 – lu
|
Lima
|
5 – ma
|
Nem
|
6 – nem
|
b.
Laras Pelog
|
|
Sistim Dulu
|
Sistim
Sekarang
|
Panunggul
|
1 – ji
|
Gulu
|
2 – ro
|
Dhadha
|
3 – lu
|
Pelog
|
4 – pat
|
Lima
|
5 – ma
|
Nem
|
6 – nem
|
Barang
|
7 – pi
|
1. Titilaras
(Noot) : Alat untuk mencatat. suatu seni suara. Yang
biasa kita kenal adalah “titilaras
Kepatihan”, karena titilaras Kepatihan dipergunakan dalam mencatat tembang,
gendhing, gerong dan lain-lain.
Disebut Titilaras Kepatihan sebab titi laras ini diciptakan oleh Patih
Wreksodiningrat I di Kepatihan Surakarta pada tahun 1910.
2. Uran – uran : ialah lagu vokal yang tanpa patokan. Jadi lagu
maupun cakepannya tidak tertentu,
menurut selera bagi yang melagukan.
Contoh : -
Uran-uran
yang akan menidurkan puteranya.
- Uran-uran
orang yang membajak/bekerja di sawah.
20. Bawa : Lagu vokal yang pada akhir lagunya
dipergunakan sebagai buka gendhing. Bawa pengambilannya tidak hanya dari sekar ageng, tetapi juga dari sekar
macapat dan lain-lain.
Contoh : bawa Dhandhang gula padasih
“ sekar tengahan Kusworogo
“
sekar ageng Minta jiwo
21. Gerong : ialah vokal yang dilakukan oleh beberapa orang
bersama-sama di dalam karawitan.
Contoh : gerong Ladrang Pangkur
“
Ladrang Sri Kuncoro
“
Ketawang Puspowarno, dan lain sebagainya
22. Sindhenan : ialah lagu vokal yang dilakukan oleh seorang
wanita di dalam karawitan.
23. Suluk : ialah vokal yang dilakukan oleh dalang untuk
mengiringi pathetan dalam karawitan.
24. Sendhon : ialah vokal yang dilakukan oleh dalang untuk
membuat suasana sedih dalam pewayangan.
25. Ada-ada : ialah
vokal yang dilakukan oleh dalang untuk membuat suasana sereng (marah) dalam
pewayangan.
26. Panembrama : Kata Panembrama dari asal kata sambrama
yang artinya membuat acara dengan hormat.Jadi Panembrama artinya Lagu-laguan / Lelagon /
tetembangan yang dipakai untuk acara memberi penghormatan kepada
para tamu. Biasanya diawali dengan Bawa dan
dilanjutkan dengan gerong / menyanyi
bersama. /koor.
VII.Perlunya Tembang Macapat di
Lestarikan
Dalam
suasana kemajuan teknologi serba canggih seperti sekarang ini, pada umumnya
kita selalu terlibat dalam kegiatan duniawi saja. Jiwa pikiran kita sebagian
besar tertuju hanya kepada ekonomi, informasi, politik, tindak kekerasan,
kriminal, dsb. Kepentingan individualis sangat dominan seperti asal perut
kenyang, yang penting mung golek
mblendhuke weteng lan kelimise lambe dhewe. Hal-hal yang bersifat “modern,
gaul” menjadi pilihan utama seperti konser music yang berakhir ricuh, film
porno, narkoba, dsb.
Dalam
keadaan yang demikian, banyak orang terutama generasi muda yang kurang menaruh
perhatian kepada hal-hal yang mengarah kepada peningkatan kemampuan dibidang
kesenian khususnya seni tradisi seperti wayang kulit, karawitan dan seni
nembang Macapat banyak ditinggalkan.
Kalau toh ada yang menyukai salah satu atau beberapa macam cabang kesenian,
mereka hanya sebagai konsumen saja, mereka hanya sebagai penonton dan pendengar
setia saja. Hanya sedikit yang menyukai sebagai pelaku. Padahal, seperti seni
nembang Macapat yang merupakan sebagian kekayaan budaya bangsa Indonesia ini
memiliki nilai Pendidikan yang tinggi. Di samping untuk melatih kemampuan dalam
olah vokal, sekaligus meresapkan rasa dan kepekaan dalam hal tangga nada
Pentatonis / Gamelan Jawa (Slendro dan Pelog), kita juga perlu menanamkan nilai-nilai Pendidikan karakter
bangsa seperti sopan santun, budi pekerti luhur, cita-cita mulia, pengabdian
kepada masyarakat, bangsa dan Negara, berserah diri kepada Tuhan Yang Maha
Kuasa, dsb.
Catatan :
Ø Macapat
mempunyai ciri khas tersendiri, lain dengan lagu tembang Gedhe atau tembang
Tengahan, karena tembang Macapat
lebih mementingkan sastranya dari pada lagunya “lagu winengku ing sastra” Jadi dalam
membawakan tembang harus jelas (wijang) dalam mengucapkan sastra/liriknya
kepada pendengar sehingga pesan/isi/makna yang terkandung bisa
dimengerti/dipahami dengan mudah..
Ø Macapat
sering diartikan.
-
Maca
papat-papat / membaca empat-empat, ini pengertian”salah kaprah” salah dianggap benar
karena tidak semua tembang Macapat setiap barisnya terdiri 8 suku kata dan
tidak harus dibaca empat-empat
tergantung jumlah suku katanya, memang pada umumnya lebih banyak dibaca empat-empat.
-
Membacanya cepat-cepat karena dalam
Macapat tidak banyak Luk, Gregel,
Cengkok, yang diutamakan isi sastranya dapat dipahami sehingga membacanya / membawakan
lagunya cepat. Dalam seni baca Al-Qur’an ada Tadarus & Qiro’.
-
Adanya bersamaan datangnya bangsa
mancapat / pat manca Negara yaitu bangsa dari empat penjuru / kiblat papat
dunia.
Ø Tembang
Macapat juga disebut tembang alit / sekar alit karena dibanding dengan tembang
gedhe dan tembang tengahan suku katanya lebih sedikit, minimal tiap barisnya
5 (lima) suku kata maksimal 12 (dua
belas) suku kata.
Watak Tembang Macapat
Pocung berwatak “ gregeten kendho “, lucu agak menggelikan, sesuka hati. Cocok
untuk menggambarkan hal-hal yang kurang bersungguh-sungguh, seenaknya.
Gambuh “sumanak, sumadulur”, kekeluargaan. Cocok untuk pengungkapan hal-hal yang bersifat keluargaan, nasihat, kependidikan yang mengandung kesungguhan hati.
Pangkur bersifat keras, bergairah (“kereng, nepsu”), cocok untuk memberikan nasihat yang keras, cinta berapi-api, cerita hal-hal yahng bersifat keras.
Durma berwatak keras, marah, bergairah. Cocok untuk mengungkapkan kemarahan, cerita perang, perasan jengkel.
Maskumambang “nlangsa”, sedih, memilukan. Cocok untuk melukiskan perasaan sedih, memilukan hati.
Megatruh bersifat sedih, prihatin, “getun”, menyesal. Cocok untuk cerita yang mengandung rasa penyesalan, prihati, sedih.
Mijil berwatak cinta, prihatin. Cocok untuk memberikan pendidikan/ pengajaran, rasa cinta kasih.
Kinanthi bersifat senang, cinta kasih. Cocok untuk memberikan pendidikan/ pengajaran, rasa cinta kasih.
Asmaradana berwatak sedih, cinta asmara. Cocok untuk menggambarkan hal-hal yang mengandung kesedihan cinta asmara.
Sinom bersifat lincah, “ethes”, “canthas”. Cocok untuk melukiskan suasana kelincahan, berpidato, nasihat.
Dhandhanggula berwatak luwes, menyenangkan. Sesuai untuk mengungkapkan segala hal/ keadaan.
Gambuh “sumanak, sumadulur”, kekeluargaan. Cocok untuk pengungkapan hal-hal yang bersifat keluargaan, nasihat, kependidikan yang mengandung kesungguhan hati.
Pangkur bersifat keras, bergairah (“kereng, nepsu”), cocok untuk memberikan nasihat yang keras, cinta berapi-api, cerita hal-hal yahng bersifat keras.
Durma berwatak keras, marah, bergairah. Cocok untuk mengungkapkan kemarahan, cerita perang, perasan jengkel.
Maskumambang “nlangsa”, sedih, memilukan. Cocok untuk melukiskan perasaan sedih, memilukan hati.
Megatruh bersifat sedih, prihatin, “getun”, menyesal. Cocok untuk cerita yang mengandung rasa penyesalan, prihati, sedih.
Mijil berwatak cinta, prihatin. Cocok untuk memberikan pendidikan/ pengajaran, rasa cinta kasih.
Kinanthi bersifat senang, cinta kasih. Cocok untuk memberikan pendidikan/ pengajaran, rasa cinta kasih.
Asmaradana berwatak sedih, cinta asmara. Cocok untuk menggambarkan hal-hal yang mengandung kesedihan cinta asmara.
Sinom bersifat lincah, “ethes”, “canthas”. Cocok untuk melukiskan suasana kelincahan, berpidato, nasihat.
Dhandhanggula berwatak luwes, menyenangkan. Sesuai untuk mengungkapkan segala hal/ keadaan.
3 komentar:
Mohon informasi .....
Apakah benar nembang macapat akan menjadi salah ... bukan nembang macapat lagi... jika ditembangkan dengan teknik falset?
Terima kasih...
Mohon informasi .....
Apakah benar nembang macapat akan menjadi salah ... bukan nembang macapat lagi... jika ditembangkan dengan teknik falset?
Terima kasih...
postingan yang sangat baik. di era moedernisasi musik yang amat gencar, sudah seyogyanya budaya JHawa tetap eksis. harus dilestarikan tak kenal jaman.
alangkah baiknya dari masing-masing tembang ada contoh tembangnya.
terima kasih.
Posting Komentar